LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN "AKTIVITAS ENZIM AMILASE"
PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN
AKTIVITAS ENZIM AMILASE
LAPORAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas praktikum
mata kuliah Fisiologi Hewan yang diampu oleh
Siti Nurkamilah, M.Pd.
Disusun Oleh:
Fitriani Dewi S 15542030
Raisya Fajriani 15543004
Riri Nur Syiam 15543013
Siti Rosidah 15544011
Yaman Hidayat 15544014
Kelas : 3-B
PROGRAM STUDI:
PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH TINGGI
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
GARUT
2017
Judul : Aktivitas Enzim Amilase
Hari/Tanggal : Selasa/7 November 2017
I.
Tujuan
·
Untuk
mengetahui pengaruh temperatur terhadap kerja enzim amilase.
·
Untuk
mengetahui dan memahami proses pencernaan makanan dengan bantuan saliva.
II.
Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
No.
|
Alat
|
Fungsi
|
1.
|
Tabung Reaksi dan Rak Tabung Reaksi
|
Digunakan
untuk mereaksikan larutan amilum, saliva dan larutan lugol atau benedict.
|
2.
|
Gelas Kimia 500 mL
|
Digunakan
sebagai penangas air untuk media bagi tabung reaksi.
|
3.
|
Gelas Kimia 50 mL
|
Digunakan
untuk menampung saliva.
|
4.
|
Kaki Tiga
|
Digunakan
untuk menyangga gelas kimia ketika dipansakan.
|
5.
|
Spirtus
|
Digunakan
untuk memanaskan air hingga suhu yang diinginkan.
|
6.
|
Corong
|
Digunakan
untuk menyaring saliva.
|
7.
|
Gelas Ukur
|
Digunakan
untuk menakar larutan amilum yang akan digunakan.
|
8.
|
Pipet Tetes
|
Digunakan
untuk meneteskan saliva, larutan amilum, lugol dan benedict.
|
9.
|
Termometer
|
Digunakan
untuk mengetahui suhu air yang dipanaskan.
|
10.
|
Kain Kasa
|
Digunakan
untuk menyaring saliva.
|
11.
|
Penjepit Tabung Reaksi
|
Digunakan
untuk memegang tabung reaksi.
|
12.
|
Pematik
|
Digunakan
untuk menyalakan spirtus.
|
Bahan
yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
No.
|
Bahan
|
Fungsi
|
1.
|
Larutan
Amilum
|
Berfungsi
sebagai zat yang mengandung karbohidrat atau gula yang dapat bereaksi dengan
enzim amilase.
|
2.
|
Benedict
|
Berfungsi
sebagai indikator untuk mengidentifikasi kandungan karbohidrat.
|
3.
|
Lugol
|
Berfungsi
sebagai indikator untuk mengidentifikasi kandungan karbohidrat.
|
III. Cara Kerja
1. Disiapkan
alat dan bahan yang dibutuhkan untuk praktikum ini. Alat yang dibutuhkan adalah
gelas kimia, tabung reaksi beserta raknya, spirtus, kaki tiga, corong, gelas
ukur, pipet tetes, thermometer, kain kasa, pematik, dan penjepit tabung reaksi.
Sedangkan bahannya terdiri atas larutan amilum, air, benedict, dan lugol.
2. Dikumpulkan
saliva sebanyak kurang lebih 40 mL pada gelas kimia dari setiap praktikan
(untuk 1 kelompok).
3. Disiapkan
kain kasa, corong, dan gelas kimia. Saliva yang telah terkumpul disaring menggunakan
kain kasa.
4.
Disiapkan
dua buah kaki tiga dan dua buah spirtus.
5.
Dimasukan
air sebanyak 400 mL Ke dalam masing-masing tiga gelas kimia.
6. Gelas
kimia ke-1 tidak dipanaskan (tidak diberi perlakuan) yang memiliki suhu sekitar
22˚C-24˚C, gelas kimia ke-2 dipanaskan hingga suhunya mencapai 36˚C-37˚C (suhu
harus konstan), dan gelas kimia ke-3 dipanaskan hingga suhunya ≥70˚C.
7.
Dimasukan
5 mL larutan amilum ke dalam 6 buah tabung reaksi.
8. Dimasukan
2 buah tabung reaksi ke dalam masing-masing gelas kimia/penangas air yang telah
dipanaskan (setelah mencapai suhu yang diinginkan) dan gelas kimia yang tidak
dipanaskan.
9.
Diamkan
selama 10 menit.
10.
Setelah
10 menit kemudian pada masing-masing tabung reaksi diteteskan 15 tetes saliva
yang telah disaring.
11.
Setiap
interval 1 menit dilakukan tes dengan meneteskan 2 tetes larutan benedict pada
salah satu dari dua tabung reaksi yang berada pada masing-masing gelas kimia/penangas
air dan 2 tetes larutan lugol pada tabung reaksi lainnya lalu digojok agar
homogen hingga terjadi titik achromatis dan mencatat waktunya.
12. Selama
dilakukan tes dengan larutan lugol dan benedict tabung reaksi tidak boleh
dikeluarkan dan menjaga masing-masing penangas air agar suhunya tetap konstan.
13.
Dibandingkan
hasil dari masing-masing tabung percobaan.
IV. Landasan Teori
Enzim
atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel. Enzim
sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme dikatalis oleh
enzim. Jikatidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka reaksi
metabolisme sel akan terhambathingga pertumbuhan sel juga terganggu (Poedjiadi,
2006).Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang
terjadi di dalamsel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108
sampai 1011 kali lebihcepat daripada apabila reaksi tersebut
dilakukan tanpa katalis. Jadi, enzim dapat berfungsisebagai katalis yang sangat
efisien, disamping itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi.Seperti juga
katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksikimia.
Reaksi kimia ada yang membutuhkan energi (reaksi endergonik) dan ada pula
yangmenghasilkan energi atau mengeluarkan energi (eksergonik) (Sumarlin,
2013).Ptyalin merupakan protein yang berada di dalam air liur. Ptyalin dapat
membantu proses pencernaan makanan dengan memecah pati menjadi
potongan-potongan gula yang larut air.Enzim ptyalin merupakan nama lain dari
amylase yang hanya ditemukan dalam air liur manusia. Zat ini dikenal lebih
akrab sebagai amylase saliva (Anonimous,2010).
Enzim
ptyalin dalam saliva merupakan suatu enzim amylase yang berfungsi untuk memecah
molekul amilum menjadi maltose dengan proses hidrolisis. Enzim ptyalin
bekerjasecara optimal pada pH 6,8. Di samping karena musin adalah suatu zat
yang kental dan licin,maka saliva mempunyai fungsi membasahi makanan dan
sebagai pelumas yang memudahkanatau memperlancar proses menelan makanan. Enzim
ptyalin mulai tidak aktif pada pH 4,0,karena setelah makanan ditelan dan masuk
ke dalam lambung, proses hidrolisis oleh enzim ptyalin tidak berjalan lebih
lama lagi. Dalam lambung cairan ini hanya dapat bertahan selama15-30 menit,
karena cairan dalam lambung bersifat sangat asam yaitu mempunyai pH
antara1,6-2,6. Rangsangan yang menyebabkan pengeluaran saliva dari kelenjar
saliva adalah pikiran tentang makanan yang disenangi, adanya bau makanan yang
sedap atau melihatmakanan yang diharapkan sehingga menimbulkan selera
(Poedjiadi, 2006).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim
diantaranya adalah (Dwidjoseputro, 1992) :
1) Suhu
Oleh
karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis
enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu
protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktig enzim
akan terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
2) pH
Umumnya
enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH
4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi
non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.
3) Konsentrasi
enzim
Seperti
pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung
pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu,
kecepatan reaksibertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
4) Konsentrasi
substrat
Hasil
eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat
reaksi. Akan tetapi, pada batas tertentu tidak terjadi kecepatan reaksi,
walaupn konsenrasi substrat diperbesar.
5) Zat-zat
penghambat
Hambatan atau
inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan substrat pada
bagian aktif yang mengalami hambatan.
Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya,
sedangkan masing-masing enzim diberi nama menurut nama substratnya, misalnya
urease, arginase dan lain-lain. Di samping itu ada pula beberapa enzim yang
dikenal dengan nama lama misalnya pepsin, tripsin dan lain-lain. Oleh Commision
on Enzymes of the International Union of Biochemistry, enzim dibagi dalam enam
golongan besar. Penggolongan ini didasarkan atas reaksi kimia di mana enzim
memegang peranan. Enam golongan tersebut ialah (Poedjiadi, 2006):
1) Oksidoreduktase
2) Transferase
3) Hidrolase
4) Liase
5) Isomerase
6) Ligase
Enzim meningkatkan laju sehingga terbentuk
kesetimbangan kimia antara produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan,
istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti dan bergantung pada pandangan kita.
Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah
produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika
keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak
dapat mengubahnya (Salisbury dan Ross, 1995).
Secara singkat, sifat-sifat enzim tersebut antara
lain (Dwidjoseputro, 1994) :
a) Berfungsi
sebagi biokatalisator
b) Merupakan
suatu protein
c) Bersifat
khusus atau spesifik
d) Merupakan
suatu koloid
e) Jumlah
yang dibutuhkan tidak terlalu banyak
f) Tidak
tahan panas
Tubuh manusia menghasilkan berbagai macam enzim yang
tersebar di berbagai bagian dan memiliki fungsi tertentu. Salah satu enzim yang
penting dalam sistem pencernaan manusia adalah enzim amilase. Enzim ini
terdapat dalam saliva atau air liur manusia. Saliva yang disekresikan oleh
kelenjar liur selain mengandung enzim amilase juga mengandung 99,5% air,
glikoprotein, dan musin yang bekerja sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan
menelan makanan. Amilase yang terdapat dalam saliva adalah α-amilase liur yang
mampu membuat polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan
oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosodat α(1 4). Amilase liur akan
segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan makanan
dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus
partikel makanan (Anonim, 2007).
Amilase (alfa, beta dan glukoamilase) merupakan
enzim yang penting dalam bidang pangan dan bioteknologi. Amilase dapat
diperoleh dari berbagai sumber seperti tanaman, binatang dan mikroorganisme.
saat ini sejumlah enzim amilae telah diproduksi secara komersial. Penggunaan
mikrobia dianggap lebih prosepektif karena mudah tumbuh, cepat menghasilkan dan
kondisi lingkungan dapat dikendalikan (Anonim, 2008).
Produksi enzim amilase dapat menggunakan berbagai
sumber karbon. Contoh-contoh sumber karbon yang murah adalah sekam, molase,
tepung jagung, jagung, limbah tapioka dan sebagainya. Jika digunakan limbah
sebagai substrat, maka limbah tadi dapat diperkaya nutrisinya untuk
mengoptimalkan produksi enzim. Sumber karbon yang dapat digunakan sebagai
suplemen antara laian: pati, sukrosa, laktosa, maltosa, dekstyrosa, fruktosa,
dan glukosa. Sumber nitrogen sebagai suplemen antara lain: pepton, tripton,
ekstrak daging, ekstrak khamir, amonium sulfat, tepung kedelai, urea dan
natrium nitrat (Anonim, 2008).
Indikator
untuk Uji Karbohidrat
Larutan iodium
Lugol sering digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan, untuk desinfeksi
darurat air minum, dan sebagai reagen untuk melacak pati dalam uji rutin
laboratorium dan medis. Penggunaan tersebut mungkin karena larutan ini
merupakan sumber dari unsur iodium bebas yang efektif, yang mudah dihasilkan
dari ekuilibrasi antara molekul-molekul unsur iodium dan ion triodida dalam
larutan tersebut.
Benedict
merupakan reagen yang digunakan untuk mengidentifikasi atau memeriksa adanya
kandungan gula monosakarida dalam suatu larutan atau zat.
V.
Hasil Pengamatan
Dari kiri ke kanan: Suhu panas dites dengan Lugol
- Suhu panas dites dengan Benedict - Suhu diatur dites dengan Lugol
- Suhu diatur dites dengan - Benedict – Suhu normal dites dengan Lugol
– Suhu normal dites dengan Benedict
Tabel 1. Hasil Pengamatan pada Suhu
Normal (22˚C-24˚C)
Interval
Waktu
|
Lugol
|
Benedict
|
1
menit ke-
|
||
1
|
++
|
++
|
2
|
++
|
++
|
3
|
++
|
++
|
4
|
++
|
+
|
5
|
++
|
+
|
6
|
+++
|
+
|
7
|
+++
|
+
|
8
|
+++
|
+
|
9
|
+++
|
+
|
10
|
+++
|
+
|
11
|
+++
|
+
|
12
|
+++
|
+
|
13
|
+++
|
+
|
14
|
+++
|
+
|
15
|
+++
|
+
|
16
|
+++
|
+
|
17
|
+++
|
++
|
18
|
+++
|
++
|
19
|
++++
|
++
|
20
|
++++
|
++
|
Keterangan
untuk Lugol
+ :
Ungu pudar
++ :
Ungu
+++ :
Ungu pekat
++++ :
Ungu kehitaman
- :
Kembali ke warna semula (putih)
Keterangan
untuk Benedict
+ :
Biru pudar/putih kebiruan
++ :
Biru
+++ :
Biru pekat
++++ :
Biru pekat sekali
- :
Kembali ke warna semula (putih)
Tabel 2. Hasil Pengamatan pada Suhu
Diatur (36˚C-37˚C)
Interval
Waktu
|
Lugol
|
Benedict
|
1
menit ke-
|
||
1
|
+
|
+
|
2
|
++
|
+
|
3
|
+++
|
+
|
4
|
+
|
+
|
5
|
+
|
+
|
6
|
+
|
++
|
7
|
+
|
+++
|
8
|
+
|
+++
|
9
|
+
|
+++
|
10
|
+
|
+++
|
11
|
+
|
+++
|
12
|
+
|
+++
|
13
|
+
|
+++
|
14
|
+++
|
|
15
|
+++
|
|
16
|
+++
|
|
17
|
+++
|
|
18
|
+++
|
|
19
|
+++
|
|
20
|
+++
|
Keterangan
untuk Lugol:
+ :
ungu muda
++ :
ungu
+++ :
ungu pekat
Keterangan
untuk Benedict:
+ :
Ungu muda
++ :
Ungu
+++ :
Ungu pekat
Tabel 3. Hasil Pengamatan pada Suhu
Panas (≥70˚C)
Interval
Waktu
|
Lugol
|
Benedict
|
1
menit ke-
|
||
1
|
-
|
-
|
2
|
+
|
-
|
3
|
-
|
+
|
4
|
++
|
|
5
|
++
|
|
6
|
++
|
|
7
|
++
|
|
8
|
++
|
|
9
|
+++
|
|
10
|
+++
|
|
11
|
+++
|
|
12
|
+++
|
|
13
|
++++
|
Keterangan
untuk Lugol
+ :
berwarna
ungu
- :
berwarna
putih susu (bening pati)
Keterangan
untuk Benedict
- :
berwarna putih susu (bening pati)
+ :
berwarna biru muda
++ : berwarna biru pekat
+++ : berwarna biru kehijauan
++++ : berwarna hijau
VI. Pembahasan
Untuk mengamati aktivitas kerja
enzim amilase ini dilakukan pengujian terhadap larutan yang mengandung
karohidrat yaitu salah satunya adalah larutan amilum. Larutan amilum ini
direaksikan dengan saliva yang telah disaring dan ditambahkan larutan lugol
atau larutan benedict yang dimana semuanya direaksikan dalam sebuah gelas kimia
yang berisi air 400 mL yang diberi perlakuan berbeda. Gelas kimia yang pertama
tidak dipanaskan dan memiliki suhu ±22˚C, gelas kimia yang kedua dipanaskan
dengan suhu yang diatur adalah sebesar 36˚C-37˚C dimana suhu pada gelas kimia
yang kedua ini harus konstan tidak boleh melebihi atau sebaliknya, sedangkan
gelas kimia yang ketiga diberi perlakuan dengan dipanaskan hingga suhunya lebih
dari 70˚C. Tujuan dari semua perlakuan ini adalah untuk mengetahui larutan
amilum mana yang mencapai titik achromatis lebih dulu dengan ditandai
kembalinya larutan amilum menjadi warna semula setelah direaksikan dengan
saliva serta benedict atau lugol.
a. Suhu
Normal (22˚C-24˚C)
Gelas kimia atau penangas air
pertama yang tidak diberi perlakuan atau tidak dipanaskan ini setelah diukur
suhunya menggunakan thermometer memiliki suhu berkisar 22˚C-23˚C yang merupakan
suhu normal air. Lalu setelahnya dimasukan tabung reaksi yang berisi 5 mL
larutan amilum, dan didiamkan selama 10 menit tanpa diberikan perlakuan apapun.
Setelah didiamkan selama 10 menit pada tabung reaksi tersebut terdapat endapan
berwarna putih. Lalu setelah nya kedua tabung reaksi yang berisi larutan amilum
tersebut dimasukan saliva yang telah disaring sebanyak 15 tetes dan ditambahkan
2 tetes lugol pada tabung reaksi yang satu dan 2 tetes benedict pada tabung
reaksi lainnya. Penetesan lugol dan benedict ini dilakukan setiap interval
waktu 1 menit.
Larutan amilum yang diuji dengan
lugol pada interval waktu 1 menit ke-1 hingga 1 menit ke-5 menunjukan perubahan
warna dari putih menjadi ungu yang ditandai dengan ++ (pada tabel pengamatan) hal
ini menandakan bahwa enzim amilase sedang bekerja. Selanjutnya terus dilakukan
pengujian dengan meneteskan lugol pada interval waktu 1 menit berikutnya hingga
menghasilkan perubahan warna pada interval 1 menit ke-6 hingga 1 menit ke-18
dari berwarna ungu hingga menjadi berwarna ungu pekat yang ditandai dengan
tanda +++ (pada tabel pengamatan) dengan disertai endapan berwarna ungu pudar
dibawahnya. Lalu setelah ditetesi 2 tetes lugol pada 1 menit ke-19 dan 1 menit
ke-20 larutan amilum menjadi berwarna ungu kehitaman yang ditandai dengan tanda
++++ (pada tabel pengamatan) disertai
endapan berwarna putih pada bagian bawah tabung reaksi. Setelah dilakukan
penetesan lugol hingga 1 menit ke-20 larutan amilum tidak mencapai titik
achromatis karena larutan amilum yang ditetesi oleh lugol ini tidak kembali ke
keadaan semula yaitu berwarna putih dengan kata lain pada suhu normal enzim
amilase masih dapat bekerja namun kerjanya lambat di larutan amilum yang
direaksikan dengan saliva dan lugol.
Larutan amilum yang diuji dengan
benedict pada interval waktu 1 menit ke-1 hingga 1 menit ke-3 mengalami
perubahan warna dari warna putih menjadi warna biru tapi tidak pekat yang
ditandai dengan tanda ++ (pada tabel pengamatan). Selanjutnya terus dilakukan pengujian dengan
meneteskan benedict pada interval waktu 1 menit berikutnya hingga menghasilkan
perubahan warna pada interval 1 menit ke-4 hingga 1 menit ke-16 dari berwarna
biru menjadi biru pudar atau putih kebiruan yang ditandai dengan tanda + (pada
tabel pengamatan). Lalu setelah ditetesi benedict pada interval waktu 1 menit
ke-17 hingga 1 menit ke-20 larutan amilum kembali menjadi berwarna biru namun
tidak pekat seperti keadaan larutan amilum pada 1 menit ke-1 hingga 1 menit
ke-3 yang ditandai dengan tanda ++ (pada tabel pengamatan). Setelah ditetesi
benedict pada 1 menit ke-1 hingga 1 menit ke-20 larutan amilum tidak mencapai
titik achromatis karena larutan amilum tidak kembali ke keadaan semula
(berwarna putih), hal ini menandakan bahwa aktivitas enzim amilase bekerja
dengan lambat pada suhu normal.
b. Suhu
Diatur (36˚C-37˚C)
Pada
praktikum aktivitas enzim amylase yang dipanaskan dengan suhu 36-37◦ C.
Pada uji lugol, saliva yang telah dicampur dengan amilum sebanyak 5 mL dan ditambah dengan lugol sebanyak 2
tetes pada menit pertama berwarna ungu muda (+), pada menit kedua ditambah 2
tetes lugol dan terjadi perubahan warna menjadi warna ungu (++). Pada menit ke
ketiga ditambah 2 tetes lugol, terjadi pula perubahan warna menjadi ungu pekat
(+++). Pada menit ke empat sampai menit
ke dua belas setelah ditambah lugol 2 tetes pada setiap menitnya berubah
warna menjadi ungu muda (+). Pada menit ke tiga belas setelah ditambah 2 tetes
lugol, terjadi perubahan warna menjadi biru muda (+).
Pada
uji benedict , saliva yang telah
dicampur dengan amilum sebnyak 5 mL dan ditambah dengan benedict sebanyak 2
tetes pada menit pertama sampai menit ke lima berwarna biru muda (+). Pada menit ke enam ditambah 2 tetes benedict
terjadi perubhan warna menjadi biru (++). Pada menit ke tujuh sampai menit ke
dua puluh, terjadi perubahan warna menjadi biru pekat (+++).
Hal
ini dapat menunjukan bahwa pada suhu 36-37◦ C enzim amylase
dalam uji lugol tidak berubah warna menjadi putih pekat karena enzim yang
bekerja di dalamnya hanya sedikit (enzim amylase sebagian rusak), sedangkan
pada uji benedict terjadi perubahan warna menjadi biru pekat karena enzim yang
bekerja di dalamnya terdapat enzim amylase yang masih bereaksi.
c. Suhu Panas (≥70˚C)
Gelas
kimia diberi air sebanyak 400mL yang kemudian di simpan di kawat kasa yang
terdapat di atas kaki tiga. Lalu panaskan air yang ada di gelas kimia dengan
menggunakan tabung spirtus yang diletakkan di bawah kaki tiga. Kemudian atur
suhu air sampai menghasilkan suhu air sebesar >700 C.
Larutan
pati dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5mL pada masing-masing
tabung reaksi. Kemudian tabung reaksi yang telah di isi larutan pati,
dimasukkan ke dalam gelas kimia yang sudah diberi aquades sebanyak 400 mL yang
telah dipanasi sehingga air tersebut memiliki suhu >700 C. Lalu
simpan dan diamkan tabung reaksi tersebut selama 10 menit. Setelah itu, masukan
larutan saliva yang telah di saring dengan kain kasa ke dalam masing-masing
tabung reaksi sebanyak 15 tetes, aduk sampai rata dengan larutan pati. Lalu,
masukkan larutan lugol sebanyak 2 tetes ke dalam tabung reaksi ke-1, beri tanda
tabung reaksi untuk lugol untuk mempermudah pelaksanaan praktikum. Masukkan
juga larutan benedit ke dalam tabung ke-2 sebanyak 2 tetes. Aduk kedua tabung
tersebut, ketika diaduk larutan yang ada di dalam tabung reaksi tersebut harus
berada di dalam air (terendam) agar tetap berada pada suhu yang sudah
ditentukan. Aduk sampai homogen, lihat perubahan warna yang terjadi selama
menit ke-1 pada tabung reaksi tersebut.
a.
Untuk larutan yang diberi larutan
indikasi Lugol (pada tabung ke-1)
Sebelum
dimasukkan larutan lugol warna larutan adalah putih susu (warna bening pati)
dengan tanda (-). Setelah diberi larutan lugol pada menit ke-1 warna larutan
agak berubah menjadi keunguan dalam beberapa detik pertama namun setelah diaduk
selama satu menit penuh warna tetap menjadi putih susu (warna bening pati)
dengan tanda (-). Ini menunjukkan bahwa enzim amylase sempat bereaksi terhadap
larutan amilum (larutan pati).
Pada menit ke-2
larutan di dalam tabung reaksi diberi lugol sebanyak 2 tetes lagi, dan diaduk
sampai homogeny menghasilkan perubahan warna pada larutan yaitu yang asalnya
putih susu menjadi keunguan dengan tanda (+). Hal ini menunjukkan bahwa enzim
amylase pada saliva bereaksi terhadap larutan pati (larutan amilum).
Kemudian pada
menit ke-3, larutan lugol dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 tetes
itu merubah warna larutan dari keunguan menjadi kembali lagi ke warna asal
yaitu putih susu (warna bening pati) dengan tanda (-). Hal ini menunjukkan
bahwa enzim amylase tidak bereaksi lagi terhadap larutan pati (amilum)
dikarenakan suhu pada larutan lebih tinggi dari suhu optimum enzim bekerja.
b.
Untuk larutan yang diberi larutan
indikasi Benedit (pada tabung ke-2)
Sebelum
dimasukkan larutan Benedit, warna larutan adalah putih susu (warna bening pati)
dengan tanda (-). Setelah dimasukkan larutan benedit sebanyak 2 tetes pada
menit ke-1 larutan berubah warna dalam beberapa detik menjadi kebiruan, namun
setelah diaduk selama satu menit penuh warna kembali menjadi putih susu (warna
bening pati) dengan tanda (-). Keadaan ini menunjukkan bahwa enzim amylase
sempat bekerja terhadap larutan amilum (larutan pati).
Pada menit ke-2
larutan diberi larutan benedit sebanyak 2 tetes, kemudian diaduk sampai
homogen, menghasilkan perubahan warna dari warna asal yaitu putih susu menjadi
kebiruan (biru muda) dengan tanda (+). Perubahan warna ini terjadi akibat
adanya reaksi enzim amylase pada larutan saliva terhadap larutan amilum pada
larutan pati.
Pada menit ke-3,
ke-4, ke-5, ke-6, dan ke-7, ketika penambahan larutan benedit sebanyak 2 tetes
permenit menghasilkan perubahan warna yang hampir sama yaitu larutan yang warna
awalnya biru muda menjadi biru pekat dengan tanda (++). Keadaan ini menunjukkan
bahwa enzim alimase pada larutan saliva masih bekerja terhadap larutan amilum
(pati), hanya saja enzim amylase bekerja secara lambat, buktinya yaitu
membutuhkan waktu lama untuk merubah warna dari warna awal ke warna berikutnya.
Pada menit ke-8,
ke-9, ke-10, dan ke-11, setelah dilakukan penambahan larutan benedit sebanyak 2
tetes permenit, menghasilkan perubahan warna yang hampir sama yaitu larutan
yang warna awalnya biru pekat menjadi biru kehijauan dengan tanda (+++).
Keadaan ini menunjukkan bahwa enzim alimase pada larutan saliva masih bekerja
terhadap larutan amilum (pati), hanya saja enzim amylase bekerja secara lambat,
buktinya yaitu membutuhkan waktu lama untuk merubah warna dari warna awal ke
warna berikutnya.
Pada menit ke-12
penambahan larutan benedit sebanyak 2 tetes dan dilakukan perlakuan dengan
mengoyangkan tabung reaksi sampai larutan tercampur homogen, menghasilkan
sebuah perubahan warna dari warna awal biru kehijauan menjadi hijau (dark olive
green) dengan tanda (++++). Perubahan warna ini menandakan bahwa enzim amylase
pada larutan saliva masih melakukan reaksi terhadap larutan amilum pada pati.
Percobaan dihentikan sampai menit ke-12, dikarenakan enzim amylase bekerja
secara lambat pada menit tersebut.
Pada intinya, suhu
mempengaruhi aktivitas katalisis enzim. Diluar suhu optimum (>380C)
aktivitas enzim bekerja menjadi tidak maksimal. Bila enzim bekerja pada suhu
yang terlalu tinggi (>700C), maka benturan yang terjadi antara
struktur enzim amylase terhadap struktur amilum semakin banyak maka struktur
tiga dimensi dari enzim tersebut akan terganggu sehingga enzim akan mengalami
denaturasi, atau dapat dikatakan enzim akan kehilangan sifat alamiahnya.
Sehingga laju reaksi enzim akan berkurang atau kerja enzim menjadi lambat.
Hal ini
ditunjukkan pada percobaan yang kami lakukan yaitu pada tabung reaksi lugol dimana
warna akhir larutan kembali menjadi putih susu, keadaan tersebut menunjukkan
bahwa enzim bekerja secara optimal dan cepat (ditunjukan dengan waktu yang
sedikit untuk merubah warna kembali menjadi warna awal), akan tetapi pada
akhirnya enzim mati, tidak bekerja, dan rusak (ditunjukan dengan warna larutan
yang kembali ke awal). Sedangkan pada tabung reaksi yang diberi benedit
menghasilkan warna akhir yaitu hijau, ini menandakan bahwa enzim amylase masih
bekerja terhadap amilum, akan tetapi kerja enzimnya itu bekerja secara lambat
(ditandai dengan lamanya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan perubahan
warna dari biru kehijauan menjadi hijau).
Enzim
dapat bekerja dengan optimal pada suhu 30˚C-40˚C, namun pada suhu rendah enzim
akan bekerja lambat dan apabila suhunya terlalu rendah maka enzim akan
mengalami koagulasi atau dengan kata lain enzim tidak berkerja tetapi enzim
tidak rusak, sedangkan pada suhu tinggi enzim akan mengalami denaturasi protein
yaitu enzim bekerja cepat sehingga sampai pada titik achromatis tetapi enzim
akan mudah rusak. Pada dasarnya semua larutan amilum akan kembali ke titik
achromatisnya hanya saja pada beberapa larutan amilum ada yang mencapai titik
achromatis secara cepat ada juga yang lambat semua tergantung pada faktor yang mempengaruhinya.
VII. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan maka praktikan mengambil simpulan sebagai berikut:
1.
Kerja
enzim amilase ini dipengaruhi oleh suhu, pada suhu rendah kerja enzim menjadi
lambat sedangkan pada suhu tinggi kerja enzim menjadi cepat tetapi enzim akan
mudah rusak. Suhu optimum untuk enzim bekerja yaitu pada suhu 30˚C-40˚C (suhu
yang diatur).
2.
Pencernaan
makanan terutama makanan yang mengandung karbohidrat yang ada pada pati akan
dicerna secara kimiawi dengan bantuan saliva karena saliva mengandung enzim
amilase untuk memecah molekul karbohidrat menjadi molekul yang lebih sederhana
agar dapat diserap oleh tubuh.
DAFTAR
PUSTAKA
Tersedia
: https://wawasanilmukimia.wordpress.com/2014/02/13/apa-itu-larutan-lugol/.
Diakses tanggal 10 November 2017.
Tersedia : https://waleanmario.wordpress.com/2008/12/11/uji-reduksi-dan-uji-benedict/.
Diakses tanggal 10 November 2017.
Tersedia : https://www.scribd.com/document/256973696/Mengukur-Aktivitas-Enzim-Amilase.
Diakses tanggal 10 November 2017.
Tersedia : https://www.scribd.com/doc/178427944/LANDASAN-TEORI-ENZIM.html.
Diakses tanggal 10 November 2017.
LAMPIRAN
Komentar
Posting Komentar