LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN "AKTIVITAS ENZIM AMILASE"

PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN
AKTIVITAS ENZIM AMILASE
LAPORAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas praktikum mata kuliah Fisiologi Hewan yang diampu oleh
Siti Nurkamilah, M.Pd.

Disusun Oleh:
Fitriani Dewi S                      15542030
Raisya Fajriani                       15543004
Riri Nur Syiam                      15543013
Siti Rosidah                           15544011
Yaman Hidayat                     15544014


Kelas : 3-B



PROGRAM STUDI: PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
GARUT
2017






Judul              : Aktivitas Enzim Amilase
Hari/Tanggal : Selasa/7 November 2017

I.              Tujuan
·                Untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap kerja enzim amilase.
·                Untuk mengetahui dan memahami proses pencernaan makanan dengan bantuan saliva.
II.           Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

No.
Alat
Fungsi
1.
Tabung Reaksi dan Rak Tabung Reaksi

Digunakan untuk mereaksikan larutan amilum, saliva dan larutan lugol atau benedict.
2.
Gelas Kimia 500 mL

Digunakan sebagai penangas air untuk media bagi tabung reaksi.
3.
Gelas Kimia 50 mL

Digunakan untuk menampung saliva.
4.
Kaki Tiga

Digunakan untuk menyangga gelas kimia ketika dipansakan.
5.
Spirtus

Digunakan untuk memanaskan air hingga suhu yang diinginkan.
6.
Corong

Digunakan untuk menyaring saliva.
7.
Gelas Ukur


Digunakan untuk menakar larutan amilum yang akan digunakan.
8.
Pipet Tetes

Digunakan untuk meneteskan saliva, larutan amilum, lugol dan benedict.
9.
Termometer

Digunakan untuk mengetahui suhu air yang dipanaskan.
10.
Kain Kasa

Digunakan untuk menyaring saliva.
11.
Penjepit Tabung Reaksi

Digunakan untuk memegang tabung reaksi.
12.
Pematik

Digunakan untuk menyalakan spirtus.

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
No.
Bahan
Fungsi
1.
Larutan Amilum

Berfungsi sebagai zat yang mengandung karbohidrat atau gula yang dapat bereaksi dengan enzim amilase.
2.
Benedict

Berfungsi sebagai indikator untuk mengidentifikasi kandungan karbohidrat.
3.
Lugol

Berfungsi sebagai indikator untuk mengidentifikasi kandungan karbohidrat.
III.          Cara Kerja
1.   Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk praktikum ini. Alat yang dibutuhkan adalah gelas kimia, tabung reaksi beserta raknya, spirtus, kaki tiga, corong, gelas ukur, pipet tetes, thermometer, kain kasa, pematik, dan penjepit tabung reaksi. Sedangkan bahannya terdiri atas larutan amilum, air, benedict, dan lugol.
2. Dikumpulkan saliva sebanyak kurang lebih 40 mL pada gelas kimia dari setiap praktikan (untuk 1 kelompok).
3. Disiapkan kain kasa, corong, dan gelas kimia. Saliva yang telah terkumpul disaring menggunakan kain kasa.
4.      Disiapkan dua buah kaki tiga dan dua buah spirtus.
5.      Dimasukan air sebanyak 400 mL Ke dalam masing-masing tiga gelas kimia.
6.   Gelas kimia ke-1 tidak dipanaskan (tidak diberi perlakuan) yang memiliki suhu sekitar 22˚C-24˚C, gelas kimia ke-2 dipanaskan hingga suhunya mencapai 36˚C-37˚C (suhu harus konstan), dan gelas kimia ke-3 dipanaskan hingga suhunya ≥70˚C.
7.      Dimasukan 5 mL larutan amilum ke dalam 6 buah tabung reaksi.
8.   Dimasukan 2 buah tabung reaksi ke dalam masing-masing gelas kimia/penangas air yang telah dipanaskan (setelah mencapai suhu yang diinginkan) dan gelas kimia yang tidak dipanaskan.
9.      Diamkan selama 10 menit.
10.  Setelah 10 menit kemudian pada masing-masing tabung reaksi diteteskan 15 tetes saliva yang telah disaring.
11.  Setiap interval 1 menit dilakukan tes dengan meneteskan 2 tetes larutan benedict pada salah satu dari dua tabung reaksi yang berada pada masing-masing gelas kimia/penangas air dan 2 tetes larutan lugol pada tabung reaksi lainnya lalu digojok agar homogen hingga terjadi titik achromatis dan mencatat waktunya.
12. Selama dilakukan tes dengan larutan lugol dan benedict tabung reaksi tidak boleh dikeluarkan dan menjaga masing-masing penangas air agar suhunya tetap konstan.
13.  Dibandingkan hasil dari masing-masing tabung percobaan.
IV.       Landasan Teori
Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel. Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme dikatalis oleh enzim. Jikatidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka reaksi metabolisme sel akan terhambathingga pertumbuhan sel juga terganggu (Poedjiadi, 2006).Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi di dalamsel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebihcepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi, enzim dapat berfungsisebagai katalis yang sangat efisien, disamping itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi.Seperti juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksikimia. Reaksi kimia ada yang membutuhkan energi (reaksi endergonik) dan ada pula yangmenghasilkan energi atau mengeluarkan energi (eksergonik) (Sumarlin, 2013).Ptyalin merupakan protein yang berada di dalam air liur. Ptyalin dapat membantu proses pencernaan makanan dengan memecah pati menjadi potongan-potongan gula yang larut air.Enzim ptyalin merupakan nama lain dari amylase yang hanya ditemukan dalam air liur manusia. Zat ini dikenal lebih akrab sebagai amylase saliva (Anonimous,2010).
Enzim ptyalin dalam saliva merupakan suatu enzim amylase yang berfungsi untuk memecah molekul amilum menjadi maltose dengan proses hidrolisis. Enzim ptyalin bekerjasecara optimal pada pH 6,8. Di samping karena musin adalah suatu zat yang kental dan licin,maka saliva mempunyai fungsi membasahi makanan dan sebagai pelumas yang memudahkanatau memperlancar proses menelan makanan. Enzim ptyalin mulai tidak aktif pada pH 4,0,karena setelah makanan ditelan dan masuk ke dalam lambung, proses hidrolisis oleh enzim ptyalin tidak berjalan lebih lama lagi. Dalam lambung cairan ini hanya dapat bertahan selama15-30 menit, karena cairan dalam lambung bersifat sangat asam yaitu mempunyai pH antara1,6-2,6. Rangsangan yang menyebabkan pengeluaran saliva dari kelenjar saliva adalah pikiran tentang makanan yang disenangi, adanya bau makanan yang sedap atau melihatmakanan yang diharapkan sehingga menimbulkan selera (Poedjiadi, 2006).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah (Dwidjoseputro, 1992) :
1)      Suhu
Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktig enzim akan terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
2)      pH
Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.
3)      Konsentrasi enzim
Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksibertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
4)      Konsentrasi substrat
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat reaksi. Akan tetapi, pada batas tertentu tidak terjadi kecepatan reaksi, walaupn konsenrasi substrat diperbesar.
5)      Zat-zat penghambat
Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan substrat pada bagian aktif yang mengalami hambatan.
 Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan masing-masing enzim diberi nama menurut nama substratnya, misalnya urease, arginase dan lain-lain. Di samping itu ada pula beberapa enzim yang dikenal dengan nama lama misalnya pepsin, tripsin dan lain-lain. Oleh Commision on Enzymes of the International Union of Biochemistry, enzim dibagi dalam enam golongan besar. Penggolongan ini didasarkan atas reaksi kimia di mana enzim memegang peranan. Enam golongan tersebut ialah (Poedjiadi, 2006):
1)      Oksidoreduktase
2)      Transferase
3)      Hidrolase
4)      Liase
5)      Isomerase
6)      Ligase
Enzim meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak dapat mengubahnya (Salisbury dan Ross, 1995).
Secara singkat, sifat-sifat enzim tersebut antara lain (Dwidjoseputro, 1994) :
a)      Berfungsi sebagi biokatalisator
b)      Merupakan suatu protein
c)      Bersifat khusus atau spesifik
d)     Merupakan suatu koloid
e)      Jumlah yang dibutuhkan tidak terlalu banyak
f)       Tidak tahan panas
Tubuh manusia menghasilkan berbagai macam enzim yang tersebar di berbagai bagian dan memiliki fungsi tertentu. Salah satu enzim yang penting dalam sistem pencernaan manusia adalah enzim amilase. Enzim ini terdapat dalam saliva atau air liur manusia. Saliva yang disekresikan oleh kelenjar liur selain mengandung enzim amilase juga mengandung 99,5% air, glikoprotein, dan musin yang bekerja sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan menelan makanan. Amilase yang terdapat dalam saliva adalah α-amilase liur yang mampu membuat polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosodat α(1 4). Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus partikel makanan (Anonim, 2007).
Amilase (alfa, beta dan glukoamilase) merupakan enzim yang penting dalam bidang pangan dan bioteknologi. Amilase dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti tanaman, binatang dan mikroorganisme. saat ini sejumlah enzim amilae telah diproduksi secara komersial. Penggunaan mikrobia dianggap lebih prosepektif karena mudah tumbuh, cepat menghasilkan dan kondisi lingkungan dapat dikendalikan (Anonim, 2008).
Produksi enzim amilase dapat menggunakan berbagai sumber karbon. Contoh-contoh sumber karbon yang murah adalah sekam, molase, tepung jagung, jagung, limbah tapioka dan sebagainya. Jika digunakan limbah sebagai substrat, maka limbah tadi dapat diperkaya nutrisinya untuk mengoptimalkan produksi enzim. Sumber karbon yang dapat digunakan sebagai suplemen antara laian: pati, sukrosa, laktosa, maltosa, dekstyrosa, fruktosa, dan glukosa. Sumber nitrogen sebagai suplemen antara lain: pepton, tripton, ekstrak daging, ekstrak khamir, amonium sulfat, tepung kedelai, urea dan natrium nitrat (Anonim, 2008).
Indikator untuk Uji Karbohidrat
Larutan iodium Lugol sering digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan, untuk desinfeksi darurat air minum, dan sebagai reagen untuk melacak pati dalam uji rutin laboratorium dan medis. Penggunaan tersebut mungkin karena larutan ini merupakan sumber dari unsur iodium bebas yang efektif, yang mudah dihasilkan dari ekuilibrasi antara molekul-molekul unsur iodium dan ion triodida dalam larutan tersebut.
Benedict merupakan reagen yang digunakan untuk mengidentifikasi atau memeriksa adanya kandungan gula monosakarida dalam suatu larutan atau zat. 
V.              Hasil Pengamatan

Dari kiri ke kanan: Suhu panas dites dengan Lugol - Suhu panas dites dengan Benedict - Suhu diatur dites dengan Lugol - Suhu diatur dites dengan - Benedict Suhu normal dites dengan Lugol Suhu normal dites dengan Benedict
Tabel 1. Hasil Pengamatan pada Suhu Normal (22˚C-24˚C)
Interval Waktu
Lugol
Benedict
1 menit ke-
1
++
++
2
++
++
3
++
++
4
++
+
5
++
+
6
+++
+
7
+++
+
8
+++
+
9
+++
+
10
+++
+
11
+++
+
12
+++
+
13
+++
+
14
+++
+
15
+++
+
16
+++
+
17
+++
++
18
+++
++
19
++++
++
20
++++
++
Keterangan untuk Lugol
+               : Ungu pudar
++             : Ungu
+++          : Ungu pekat
++++        : Ungu kehitaman
-                : Kembali ke warna semula (putih)
Keterangan untuk Benedict
+               : Biru pudar/putih kebiruan
++             : Biru
+++          : Biru pekat
++++        : Biru pekat sekali
-                : Kembali ke warna semula (putih)
Tabel 2. Hasil Pengamatan pada Suhu Diatur (36˚C-37˚C)
Interval Waktu
Lugol
Benedict
1 menit ke-
1
+
+
2
++
+
3
+++
+
4
+
+
5
+
+
6
+
++
7
+
+++
8
+
+++
9
+
+++
10
+
+++
11
+
+++
12
+
+++
13
+
+++
14

+++
15

+++
16

+++
17

+++
18

+++
19

+++
20

+++
Keterangan untuk Lugol:
+               : ungu muda
++             : ungu
+++          : ungu pekat
Keterangan untuk Benedict:
+               : Ungu muda
++             : Ungu
+++          : Ungu pekat
Tabel 3. Hasil Pengamatan pada Suhu Panas (≥70˚C)
Interval Waktu
Lugol
Benedict
1 menit ke-
1
-
-
2
+
-
3
-
+
4

++
5

++
6

++
7

++
8

++
9

+++
10

+++
11

+++
12

+++
13

++++
Keterangan untuk Lugol
+               : berwarna ungu
-                : berwarna putih susu (bening pati)
Keterangan untuk Benedict
-                : berwarna putih susu (bening pati)
+              : berwarna biru muda
++             : berwarna biru pekat
+++          : berwarna biru kehijauan
++++        : berwarna hijau
VI.       Pembahasan
Untuk mengamati aktivitas kerja enzim amilase ini dilakukan pengujian terhadap larutan yang mengandung karohidrat yaitu salah satunya adalah larutan amilum. Larutan amilum ini direaksikan dengan saliva yang telah disaring dan ditambahkan larutan lugol atau larutan benedict yang dimana semuanya direaksikan dalam sebuah gelas kimia yang berisi air 400 mL yang diberi perlakuan berbeda. Gelas kimia yang pertama tidak dipanaskan dan memiliki suhu ±22˚C, gelas kimia yang kedua dipanaskan dengan suhu yang diatur adalah sebesar 36˚C-37˚C dimana suhu pada gelas kimia yang kedua ini harus konstan tidak boleh melebihi atau sebaliknya, sedangkan gelas kimia yang ketiga diberi perlakuan dengan dipanaskan hingga suhunya lebih dari 70˚C. Tujuan dari semua perlakuan ini adalah untuk mengetahui larutan amilum mana yang mencapai titik achromatis lebih dulu dengan ditandai kembalinya larutan amilum menjadi warna semula setelah direaksikan dengan saliva serta benedict atau lugol.
a.      Suhu Normal (22˚C-24˚C)
Gelas kimia atau penangas air pertama yang tidak diberi perlakuan atau tidak dipanaskan ini setelah diukur suhunya menggunakan thermometer memiliki suhu berkisar 22˚C-23˚C yang merupakan suhu normal air. Lalu setelahnya dimasukan tabung reaksi yang berisi 5 mL larutan amilum, dan didiamkan selama 10 menit tanpa diberikan perlakuan apapun. Setelah didiamkan selama 10 menit pada tabung reaksi tersebut terdapat endapan berwarna putih. Lalu setelah nya kedua tabung reaksi yang berisi larutan amilum tersebut dimasukan saliva yang telah disaring sebanyak 15 tetes dan ditambahkan 2 tetes lugol pada tabung reaksi yang satu dan 2 tetes benedict pada tabung reaksi lainnya. Penetesan lugol dan benedict ini dilakukan setiap interval waktu 1 menit.
Larutan amilum yang diuji dengan lugol pada interval waktu 1 menit ke-1 hingga 1 menit ke-5 menunjukan perubahan warna dari putih menjadi ungu yang ditandai dengan ++ (pada tabel pengamatan) hal ini menandakan bahwa enzim amilase sedang bekerja. Selanjutnya terus dilakukan pengujian dengan meneteskan lugol pada interval waktu 1 menit berikutnya hingga menghasilkan perubahan warna pada interval 1 menit ke-6 hingga 1 menit ke-18 dari berwarna ungu hingga menjadi berwarna ungu pekat yang ditandai dengan tanda +++ (pada tabel pengamatan) dengan disertai endapan berwarna ungu pudar dibawahnya. Lalu setelah ditetesi 2 tetes lugol pada 1 menit ke-19 dan 1 menit ke-20 larutan amilum menjadi berwarna ungu kehitaman yang ditandai dengan tanda ++++ (pada tabel pengamatan)  disertai endapan berwarna putih pada bagian bawah tabung reaksi. Setelah dilakukan penetesan lugol hingga 1 menit ke-20 larutan amilum tidak mencapai titik achromatis karena larutan amilum yang ditetesi oleh lugol ini tidak kembali ke keadaan semula yaitu berwarna putih dengan kata lain pada suhu normal enzim amilase masih dapat bekerja namun kerjanya lambat di larutan amilum yang direaksikan dengan saliva dan lugol.
Larutan amilum yang diuji dengan benedict pada interval waktu 1 menit ke-1 hingga 1 menit ke-3 mengalami perubahan warna dari warna putih menjadi warna biru tapi tidak pekat yang ditandai dengan tanda ++ (pada tabel pengamatan).  Selanjutnya terus dilakukan pengujian dengan meneteskan benedict pada interval waktu 1 menit berikutnya hingga menghasilkan perubahan warna pada interval 1 menit ke-4 hingga 1 menit ke-16 dari berwarna biru menjadi biru pudar atau putih kebiruan yang ditandai dengan tanda + (pada tabel pengamatan). Lalu setelah ditetesi benedict pada interval waktu 1 menit ke-17 hingga 1 menit ke-20 larutan amilum kembali menjadi berwarna biru namun tidak pekat seperti keadaan larutan amilum pada 1 menit ke-1 hingga 1 menit ke-3 yang ditandai dengan tanda ++ (pada tabel pengamatan). Setelah ditetesi benedict pada 1 menit ke-1 hingga 1 menit ke-20 larutan amilum tidak mencapai titik achromatis karena larutan amilum tidak kembali ke keadaan semula (berwarna putih), hal ini menandakan bahwa aktivitas enzim amilase bekerja dengan lambat pada suhu normal.
b.      Suhu Diatur (36˚C-37˚C)
Pada praktikum aktivitas enzim amylase yang dipanaskan dengan suhu 36-37◦ C. Pada uji lugol,  saliva yang  telah dicampur dengan  amilum sebanyak  5 mL dan ditambah dengan lugol sebanyak 2 tetes pada menit pertama berwarna ungu muda (+), pada menit kedua ditambah 2 tetes lugol dan terjadi perubahan warna menjadi warna ungu (++). Pada menit ke ketiga ditambah 2 tetes lugol, terjadi pula perubahan warna menjadi ungu pekat (+++). Pada menit ke empat sampai menit  ke dua belas setelah ditambah lugol 2 tetes pada setiap menitnya berubah warna menjadi ungu muda (+). Pada menit ke tiga belas setelah ditambah 2 tetes lugol, terjadi perubahan warna menjadi biru muda (+).
Pada uji  benedict , saliva yang telah dicampur dengan amilum sebnyak 5 mL dan ditambah dengan benedict sebanyak 2 tetes pada menit pertama sampai menit ke lima berwarna biru muda (+).  Pada menit ke enam ditambah 2 tetes benedict terjadi perubhan warna menjadi biru (++). Pada menit ke tujuh sampai menit ke dua puluh, terjadi perubahan warna menjadi biru pekat (+++).
Hal ini dapat menunjukan bahwa pada suhu 36-37◦ C enzim amylase dalam uji lugol tidak berubah warna menjadi putih pekat karena enzim yang bekerja di dalamnya hanya sedikit (enzim amylase sebagian rusak), sedangkan pada uji benedict terjadi perubahan warna menjadi biru pekat karena enzim yang bekerja di dalamnya terdapat enzim amylase yang masih bereaksi.
c.       Suhu Panas (≥70˚C)
Gelas kimia diberi air sebanyak 400mL yang kemudian di simpan di kawat kasa yang terdapat di atas kaki tiga. Lalu panaskan air yang ada di gelas kimia dengan menggunakan tabung spirtus yang diletakkan di bawah kaki tiga. Kemudian atur suhu air sampai menghasilkan suhu air sebesar >700 C.
Larutan pati dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5mL pada masing-masing tabung reaksi. Kemudian tabung reaksi yang telah di isi larutan pati, dimasukkan ke dalam gelas kimia yang sudah diberi aquades sebanyak 400 mL yang telah dipanasi sehingga air tersebut memiliki suhu >700 C. Lalu simpan dan diamkan tabung reaksi tersebut selama 10 menit. Setelah itu, masukan larutan saliva yang telah di saring dengan kain kasa ke dalam masing-masing tabung reaksi sebanyak 15 tetes, aduk sampai rata dengan larutan pati. Lalu, masukkan larutan lugol sebanyak 2 tetes ke dalam tabung reaksi ke-1, beri tanda tabung reaksi untuk lugol untuk mempermudah pelaksanaan praktikum. Masukkan juga larutan benedit ke dalam tabung ke-2 sebanyak 2 tetes. Aduk kedua tabung tersebut, ketika diaduk larutan yang ada di dalam tabung reaksi tersebut harus berada di dalam air (terendam) agar tetap berada pada suhu yang sudah ditentukan. Aduk sampai homogen, lihat perubahan warna yang terjadi selama menit ke-1 pada tabung reaksi tersebut.
a.       Untuk larutan yang diberi larutan indikasi Lugol (pada tabung ke-1)
      Sebelum dimasukkan larutan lugol warna larutan adalah putih susu (warna bening pati) dengan tanda (-). Setelah diberi larutan lugol pada menit ke-1 warna larutan agak berubah menjadi keunguan dalam beberapa detik pertama namun setelah diaduk selama satu menit penuh warna tetap menjadi putih susu (warna bening pati) dengan tanda (-). Ini menunjukkan bahwa enzim amylase sempat bereaksi terhadap larutan amilum (larutan pati).
      Pada menit ke-2 larutan di dalam tabung reaksi diberi lugol sebanyak 2 tetes lagi, dan diaduk sampai homogeny menghasilkan perubahan warna pada larutan yaitu yang asalnya putih susu menjadi keunguan dengan tanda (+). Hal ini menunjukkan bahwa enzim amylase pada saliva bereaksi terhadap larutan pati (larutan amilum).
   Kemudian pada menit ke-3, larutan lugol dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 tetes itu merubah warna larutan dari keunguan menjadi kembali lagi ke warna asal yaitu putih susu (warna bening pati) dengan tanda (-). Hal ini menunjukkan bahwa enzim amylase tidak bereaksi lagi terhadap larutan pati (amilum) dikarenakan suhu pada larutan lebih tinggi dari suhu optimum enzim bekerja.
b.      Untuk larutan yang diberi larutan indikasi Benedit (pada tabung ke-2)
     Sebelum dimasukkan larutan Benedit, warna larutan adalah putih susu (warna bening pati) dengan tanda (-). Setelah dimasukkan larutan benedit sebanyak 2 tetes pada menit ke-1 larutan berubah warna dalam beberapa detik menjadi kebiruan, namun setelah diaduk selama satu menit penuh warna kembali menjadi putih susu (warna bening pati) dengan tanda (-). Keadaan ini menunjukkan bahwa enzim amylase sempat bekerja terhadap larutan amilum (larutan pati).
     Pada menit ke-2 larutan diberi larutan benedit sebanyak 2 tetes, kemudian diaduk sampai homogen, menghasilkan perubahan warna dari warna asal yaitu putih susu menjadi kebiruan (biru muda) dengan tanda (+). Perubahan warna ini terjadi akibat adanya reaksi enzim amylase pada larutan saliva terhadap larutan amilum pada larutan pati.
    Pada menit ke-3, ke-4, ke-5, ke-6, dan ke-7, ketika penambahan larutan benedit sebanyak 2 tetes permenit menghasilkan perubahan warna yang hampir sama yaitu larutan yang warna awalnya biru muda menjadi biru pekat dengan tanda (++). Keadaan ini menunjukkan bahwa enzim alimase pada larutan saliva masih bekerja terhadap larutan amilum (pati), hanya saja enzim amylase bekerja secara lambat, buktinya yaitu membutuhkan waktu lama untuk merubah warna dari warna awal ke warna berikutnya.
   Pada menit ke-8, ke-9, ke-10, dan ke-11, setelah dilakukan penambahan larutan benedit sebanyak 2 tetes permenit, menghasilkan perubahan warna yang hampir sama yaitu larutan yang warna awalnya biru pekat menjadi biru kehijauan dengan tanda (+++). Keadaan ini menunjukkan bahwa enzim alimase pada larutan saliva masih bekerja terhadap larutan amilum (pati), hanya saja enzim amylase bekerja secara lambat, buktinya yaitu membutuhkan waktu lama untuk merubah warna dari warna awal ke warna berikutnya.
    Pada menit ke-12 penambahan larutan benedit sebanyak 2 tetes dan dilakukan perlakuan dengan mengoyangkan tabung reaksi sampai larutan tercampur homogen, menghasilkan sebuah perubahan warna dari warna awal biru kehijauan menjadi hijau (dark olive green) dengan tanda (++++). Perubahan warna ini menandakan bahwa enzim amylase pada larutan saliva masih melakukan reaksi terhadap larutan amilum pada pati. Percobaan dihentikan sampai menit ke-12, dikarenakan enzim amylase bekerja secara lambat pada menit tersebut.
    Pada intinya, suhu mempengaruhi aktivitas katalisis enzim. Diluar suhu optimum (>380C) aktivitas enzim bekerja menjadi tidak maksimal. Bila enzim bekerja pada suhu yang terlalu tinggi (>700C), maka benturan yang terjadi antara struktur enzim amylase terhadap struktur amilum semakin banyak maka struktur tiga dimensi dari enzim tersebut akan terganggu sehingga enzim akan mengalami denaturasi, atau dapat dikatakan enzim akan kehilangan sifat alamiahnya. Sehingga laju reaksi enzim akan berkurang atau kerja enzim menjadi lambat.
       Hal ini ditunjukkan pada percobaan yang kami lakukan yaitu pada tabung reaksi lugol dimana warna akhir larutan kembali menjadi putih susu, keadaan tersebut menunjukkan bahwa enzim bekerja secara optimal dan cepat (ditunjukan dengan waktu yang sedikit untuk merubah warna kembali menjadi warna awal), akan tetapi pada akhirnya enzim mati, tidak bekerja, dan rusak (ditunjukan dengan warna larutan yang kembali ke awal). Sedangkan pada tabung reaksi yang diberi benedit menghasilkan warna akhir yaitu hijau, ini menandakan bahwa enzim amylase masih bekerja terhadap amilum, akan tetapi kerja enzimnya itu bekerja secara lambat (ditandai dengan lamanya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan perubahan warna dari biru kehijauan menjadi hijau).
Enzim dapat bekerja dengan optimal pada suhu 30˚C-40˚C, namun pada suhu rendah enzim akan bekerja lambat dan apabila suhunya terlalu rendah maka enzim akan mengalami koagulasi atau dengan kata lain enzim tidak berkerja tetapi enzim tidak rusak, sedangkan pada suhu tinggi enzim akan mengalami denaturasi protein yaitu enzim bekerja cepat sehingga sampai pada titik achromatis tetapi enzim akan mudah rusak. Pada dasarnya semua larutan amilum akan kembali ke titik achromatisnya hanya saja pada beberapa larutan amilum ada yang mencapai titik achromatis secara cepat ada juga yang lambat semua tergantung pada faktor yang mempengaruhinya.
VII.      Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka praktikan mengambil simpulan sebagai berikut:
1.      Kerja enzim amilase ini dipengaruhi oleh suhu, pada suhu rendah kerja enzim menjadi lambat sedangkan pada suhu tinggi kerja enzim menjadi cepat tetapi enzim akan mudah rusak. Suhu optimum untuk enzim bekerja yaitu pada suhu 30˚C-40˚C (suhu yang diatur).
2.      Pencernaan makanan terutama makanan yang mengandung karbohidrat yang ada pada pati akan dicerna secara kimiawi dengan bantuan saliva karena saliva mengandung enzim amilase untuk memecah molekul karbohidrat menjadi molekul yang lebih sederhana agar dapat diserap oleh tubuh.




DAFTAR PUSTAKA

Tersedia : https://www.scribd.com/doc/178427944/LANDASAN-TEORI-ENZIM.html. Diakses tanggal 10 November 2017.



LAMPIRAN






Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN "PROSES OKSIDASI DAN PROSES RESPIRASI"

LAPORAN KULIAH LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) _ "PEMERIKSAAN HEMOGLOBIN"